Nyoblos calon Presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 kembali saya lakukan hari ini Sabtu, 27 April 2019. Jari kelingking saya kembali harus di celupkan tinta biru, sebagai tanda bahwa telah selesai nyoblos. Ya. Tempat Pemungutan Suara (TPS) di tempat saya memilih TPS 17 Kubu Dalam Parak Kerakah, kembali di perintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Tidak termasuk caleg DPD, dan DPR. Hanya pencoblosan surat suara Presiden dan wakil presiden.
Pemungutan suara ulang ini, karena ada indikasi ketua TPS menerima Pemilih pada PEMILU pada 17 April 2019 kemaren, yang menggunakan KTP Elektronik yang bukan KTP Padang, meskipun mereka punya KTP Padang pun, kalau alamat di KTP tidak sebagai warga disekitar TPS maka juga tidak bisa. Kalau pun sipemilih KTP tidak di alamat tinggal sekitar TPS, namun memiliki form A5, maka boleh yang bersangkutan melakukan pemilihan.
Nah, ini nih. Jadi kerja dua kali jadinya. Sebenarnya di bimbingan teknis sudah disebutkan. Namun, seolah-olah tidak ada seorang pun petugas TPS bahkan Panitia Pengawasan Lapangan (Panwas) di TPS sana yang menyanggah, bahwa pemilih dengan menggunakan KTP Elektronik hanya boleh yang memiliki KTP beralamat di sekitar TPS (warga filano Jaya I blok B atau Blok C saja).
Entah, saat bimbingan teknis datang atau tidak, atau bisa saja tidak mendengarkan dengan seksama dan juga tidak proaktif juga. Meskipun mengulang dua kali kerja, namun semua biaya tetap di keluarkan oleh PPS seperti biasa. Walau kali ini, semakin banyak yang mengawasi TPS tersebut jadinya.
Pengulangan ini sebenarnya amatlah merugikan. Pertama yang di rugikan adalah kedua pasangan calon presiden. Pada hasil sebelumnya Prabowo unggul telak dari pertahana. Surat suara untuk Prabowo Sandi banyak yang mencoblos dan masyarakat pun sangat antusias, banyak yang hadir. Namun, kali ini setengah lewat dikit dari jumlah surat suara yang bisa tercoblos, apalagi cuaca hujan tentu banyak yang tidak bisa hadir lagi untuk kedua kalinya. Pertahana pun lebih rugi lagi. Harusnya suaranya lewat dari 20 suara, kali ini hanya 10 suara yang kebagian jatah. Sayang juga kan ya.
Kedua, beban keuangan penyelenggara PEMILU juga bertambah, bahkan lebih banyak lagi yang terlibat, karena ada POLISI khusus yang mengawasi juga, ada Panwas kecamatan juga yang turun dan banyak lagi dari kelihatannya. Panitia KPPS pun juga rugi di waktu, namun kerugiannya dapat di tutupi dari honor yang mereka terima.
Si pemilih pun juga rugi waktu, mereka harus menyisihkan kembali waktu untuk bisa datang ke TPS. Padahal, Sabtu ini banyak juga pemilih yang masih bekerja, seperti saya bersama istri tercinta rela meninggalkan kantor untuk bisa melakukan pencoblosan. Lebih sabar lagi istri saya tercinta, beliau harus rela menunggu 30 menit lebih lama, agar bisa mencoblos, karena menggunakan KTP elektronik. KTP istri dan KK kami sebenarnya sudah lama selesai, tapi entah mengapa sampai saat pencoblosan, KTP istri saya belum masuk ke data di DPT.
Seharusnya PPS dan PPK tidak perlu melakukan pemungutan suara ulang lagi, kan bisa dideteksi miss nya dimana. Sebenarnya tinggal cek data di DPK. Karena data di DPK adalah data warga yang menggunakan hak pilih dengan membawa KTP Elektronik. Misalkan data di DPK ada 28 orang yang nyoblos. Anggap saja 28 suara hangus atau tidak sah. Nah, suara tidak sah yang 28 ini ambil saja dari 14 surat suara sah dari Prabowo Sandi dan 14 lagi dari surat suara pertahana. Jadi diperolehan suara di tanggal 17 April 2019 kemaren suara Prabowo berkurang 14 dan pertahana juga berkurang.
Selesai dah, masalahnya...
Ke depan ada beberapa masukan dari penulis. Karena penulis sejak awal terlibat di kepanitiaan KPPS juga sudah menduga bahwa pasti nanti akan banyak yang keliru. Eh, ternyata benar adanya.
Pertama, saat pemilihan anggota KPPS, serahkan sepenuhnya pada RW atau RT yang mencari ketua untuk masing-masing TPS di lingkungannya. Biarkan ketua TPS masing-masing yang melengkapi anggotanya sendiri-sendiri. Pasti mereka akan mengambil orang yang sudah berpengalaman sebagian dan sebagian lagi anggota baru.
Jika ada yang belum mendapatkan anggota dan ada calon dari kelurahan atau PPS, bagi ke seluruh TPS sesuai anggota yang berpengalaman dan belum pengalaman. Jangan sampai kejadian lagi, ada satu TPS yang semuanya baru pertama kali menjadi panitia KPPS.
Kedua, Perbanyak dan percepat bimbingan teknis. Kemaren bimbingan teknis baru mulai dua minggu sebelum hari H. Ini sangat mepet dan telat banget. Harusnya ada empat kali bimbingan teknis dengan jeda waktu yang agak panjang. Jadwal dua jam, jadinya satu jam, karena sudah mulainya telat dan banyal sambutannya pula. Gak semua anggota KPPS pun yang bisa hadir. Jika semuanya bisa hadir tentu semuanya pun akan mendapatkan gambaran yang sama tentang pemilihan yang akan berlangsung.
Kamaren yang menjadi ujung tombak hanya ketua KPPS dan anggota KPPS 2-4. Itu pun gak semuanya juga yang datang dan banyak yang baru-baru. Gak pula bertanya. Ini nih...
Ketiga, komunikasi di WA group kurang respon. Ketua PPS juga sudah membuatkan group WA khusus dan memberikan info terbaru. Nah, saat bimtek terakhir waktu penulis yang hadir, sempat ketua PPS pun curhat bahwa banyak ketua KPPS tidak ada respon bahkan baca WA group. Sehingga ketua PPS pun gak tahu, apa mereka sudah paham atau belum, tentu ketua PPS anggap semuanya juga sudah mengerti dan tidak ada yang ditanyakan lagi.
Keempat, Tidak pula bertanya jika ada sesuatu yang ragu. Ketua KPPS saya pak Yasman, sudah 3 kali menjadi ketua KPPS, ada pun yang ragu beliau langsung call ketua PPS dan menanyakan perihal yang diragukan. Tentu hal ini bisa langsung terantisipasi dan tidak ada kesalahan, termasuk saat kami mau mencopy salinan C 1, kami tanya dulu ke PPS, sudah valid dan pasti baru kami fotocopy salinan tersebut termasuk jumlah rangkap yang harus disediakan.
Nah, itulah. Rasanya PEMILU 2019 ini yang paling parah. Sudah banyak uang negara yang keluar, sudah banyak petugas KPPS yang meninggal dan sakit, tambah lagi banyak penyelenggaraan PEMILU 2019 yang dicurangi dengan sengaja, sistematis dan masif. Bagaimana pun, saya berdoa kepada Allah, agar hasilnya sesuai harapan rakyat, yang berhak menang ya yang banyak dipilih rakyat dengan jujur bukan hasil rekayasa. Semoga Allah memberikan keinsyafan kepada pelaku yang curang. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar
Mohon kesediaannya untuk meninggalkan komentar untuk tulisan ini..
(maaf untuk tidak menyertakan link aktif dan spam)