Inspirasi dari Film Buya Hamka

Daftar Isi

Setelah jemput adik dari rumahnya di Tangerang, sorenya kami jalan keluar sekalian berbuka bareng.

Selama bulan ramadhan saya dan adik juga belum pernah buka bareng, baik di rumah adik atau di rumah saya, lantaran kesibukan masing-masing.

Awalnya rencana agak siangan keluar bareng, namun ternyata karena semuanya ketiduran akhirnya baru pukul empat sore baru bisa jalan. Akibatnya, tentu saja tempat bukber penuh semua. Untung aja ada lokasi yang bisa nyempil.

Setelah bukber lanjut sholat Maghrib kemudian cari kebutuhan istri dan adik yang akan di beli untuk Sholat Idul Fitri keesokan harinya.

Pas selesai sholat, kita ternyata melewati bioskop. Musholla dan Bioskopnya berada di lantai yang sama pada Mall tersebut.

Ternyata pas pada saat itu sedang ada Film Buya Hamka. Langsung saja istri dan adek pengen nonton. Serba pas banget. Ternyata waktu pemutaran film 30 menit lagi sejak kita lewat di depan bioskop tersebut.

Ketika adek dan istri pengen nonton ya, akhirnya kami pesan dan beli tiket. Sehubung masih ada waktu, kami kemudian turun lagi ke bawah tempat mall tersebut untuk cari kebutuhan yang belum ada.

Setelah dapat barang yang di cari, akhirnya kami balik lagi ke atas menuju bioskop. Pas banget waktunya, setelah kita masuk film kemudian langsung tayang, yang biasanya diisi iklan beberapa menit.

Bagi adek dan Istri, filmnya biasa-biasa saja. Namun bagi saya, kisahnya sangat memberikan inspirasi. Terutama inspirasi dalam hal menulis. Karena plot filmnya pada Volume I yang lebih sering menampilkan Buya Hamka dalam proses penulisan naskah bukunya. Termasuk juga aktifitas di majalah Pedoman Masyarakat yang beliau pimpin sebelum Jepang menutup paksa.

Meskipun beliau juga diperlihatkan sukses dalam memimpin organisasi Muhammadiyah di Makassar.

Semangat belajarnya yang tinggi juga yang menjadi tambahan inspirasi bagi saya sendiri. Beliau kembali pulang menemui Ayah beliau yang kelihatannya pernah sempat renggang. Beliau belajar langsung dari Ayah beliau, sampai-sampai Ayah beliau ketiduran di samping Buya Hamka yang sedang membaca buku milik Ayahnya.

Pada Film ini juga di tontonkan bagaimana fitnah yang datang dan hadir dalam hidup beliau dan sekeluarga, lantaran karena hasil negosiasi agar para ulama saat pendudukan Jepang tersebut tidak di bunuh. Seolah-olah Buya Hamka sebagai teman dari tentara Jepang yang ingin menjajah Indonesia. Ini menjadikan Buya dimata orang Indonesia saat itu sebagai pengkhianat bangsa, yang akhirnya memaksa Buya mengundurkan diri dari pimpinan Organisasi Muhammadiyah Sumatera pada saat itu.

Tidak hanya itu, Buya juga dicekal untuk tidak bisa ceramah lagi. Sampai akhirnya kepercayaan menjadi penceramah datang lagi, ketika saat beliau di Padang Panjang dari salah seorang teman beliau di kampung. Itu pun setelah teman beliau memberikan pengertian dan pemahaman tentang kondisi Buya Hamka pada saat itu. Jamaah yang sudah mendengarkan ceramah Buya pada saat itu juga memberikan respon positif.

Saya jujur gak bosan nontonnya. Bahkan serasa masih kurang panjang. Masih banyak yang bisa di gali dari kehidupan Buya Hamka.

Ternyata memang benar Filmnya masih panjang, mungkin masih ada beberapa Volume lagi yang akan tayang kemudian.

InsyaAllah tidak akan saya lewatkan.

Setelah nonton pada malam itu, tepatnya hari kedua lebaran. Saya pengen aja cari-cari buka karya Buya Hamka.

Saya jadi ingat pada tahun 2010 yang lalu. Saat itu saya pernah mendapatkan tugas sampingan di Danau Maninjau. Ada sebuah Museum Buya Hamka pada daerah tersebut. Namun saat saya ke sana waktu itu, museum tersebut tutup.

Baca Juga: loading
Kemudian lantaran saya ikut persiapan kompre, dua orang teman saya menggantikan saya tugas pada daerah tersebut. Disaat mereka masih di sana, museum pas sedang buka. Sehingga beliau berdua bisa membeli buku karangan Buya Hamka yang berjudul,” Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.”


Riky Perdana - Buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
 

Saya mengetahui mereka berdua berhasil beli buku tersebut, seminggu setelah mereka balik dan masuk kampus lagi.

Langsung saja saya pinjam pada saat itu, dan janjikan kembalikan dalam waktu seminggu.

Pas saya cek, ternyata buku tersebut masih dalam bahasa Indonesia versi lawas. Ejaan cinta yang harusnya Ce I En Te A, masih tertulis dalam ejaan Te Je I En Te A (TJINTA).

Meskipun begitu saya merasa bangga, karena hanya semalam buku tersebut khatam saya baca. Walaupun beberapa hari sempat gak bisa Move On dan masih terngiang-ngiang isi novelnya.

MasyaAllah, Dahsyat banget karya beliau.

Melihat saya baca sampai selesai. Adek yang paling bungsu juga pinjam dan minta waktu untuk membacanya dalam tiga hari, Eh, tahunya dua hari selesai dia baca. Ini saya rasa buku pertama dalam hidup adek saya selesai di baca hanya dalam dua hari. Maklum beliau yang malas baca. Tiba-tiba baca buku novel ini habis dia lahap. Hehehe.

Kembali ke tahun 2023 ya. Hahaha.

Sambil silaturrahim di rumah sepupu istri, saya sempat cek buku-buku karya Buya Hamka, akhirnya saya check out juga. Waktu lebaran malah belanja buku. Hahaha.

Riky Perdana - Buku Falsafah Hidup Buya Hamka

Salah satu buku yang  dipesan yaitu berjudul “Falsafah Hidup.” Baru diantar kurir dan saya terima pada hari kemaren dan hingga postingan ini saya tuliskan, saya baru membaca beberapa halaman saja. Hehehe. 

Postingan kali ini sampai di sini dulu aja ya !

Baca Juga : Gempa Padang, 25 April 2023

Posting Komentar