Ketika Mendapatkan Cap, "Tidak Layak Menjadi Sales"
Ini kali pertama saya mendapatkan Cap sebagai Sales yang “Tidak Layak Menjadi Sales.” Cap ini saya dapatkan setelah 4 bulan saya berkantor di kantor pusat SAP Express di Jakarta.
Manajemen memberikan cap ini kepada semua sales baru yang bergabung di atas 3 bulan dan kurang dari satu tahun. Ada juga tiga orang sales yang sudah bergabung lebih dari satu tahun, satu orang sebagai sales manager, satu orang sebagai senior sales manager dan satu orang sebagai Account manager seperti saya saat ini.
Ketiga sales yang lebih senior dari saya tersebut, mendapatkan cap, “ Tidak Layak Menjadi Sales”, karena omsetnya masih kurang dari 500 Juta, yang seharusnya kata manajemen, “ sudah harus mencapai target di atas 1,75 Miliyar Per bulan.
Mendengar cap dari perusahaan tersebut, saya jadi ingat, beberapa tahun silam. Waktu itu, saya masih berada di SAP Express cabang Padang. Waktu itu saya sedang menggarap suatu instansi pemerintah yang berada di Kabupaten dan omsetnya luar biasa gedenya bagi SAP Express cabang Padang. Karena fokus untuk mendapatkan beberapa klien tersebut dan maintenance klien gede, sehingga saya lalai di perolehan bisnis baru. Sehingga saya langsung mendapatkan SP 1.
Padahal atas usaha tersebut kami bisa menjadi cabang dengan perolehan omset tertinggi se Indonesia selama 2 tahun berturut-turut. Bahkan untuk saat ini masih berada di posisi nomor 2 di bawah Surabaya.
Saya jadi ketawa ketika mendapatkan Surat Peringatan (SP) untuk pertama kalinya tersebut dari manajemen SAP Express.
Cap yang saya dapatkan dalam minggu ini “Tidak Layak Menjadi Sales”, bagi saya sama saja saya terima Surat Peringatan (SP) kembali, yang untuk saat ini konsekuensinya adalah saya tidak mendapatkan uang sewa kendaraan dan klaim minyak, parkir dan toll.
Ya, sudah lah konsekuensi atas kelalaian saya juga. Saat ini saya menghandle 16 Cabang dengan 19 Orang sales cabang. Memonitor perolehan mereka, melakukan pendampingan dan training untuk sales baru, serta memberikan Solusi jika mereka terkendala. Saya juga membantu memonitor pembayaran klien bahkan melakukan penagihan ke klien, sebelumnya mengingatkan biller untuk mencetak invoice, saya cek dahulu sebelum saya kirimkan ke klien tersebut.
Sembari itu juga mencek atau memonitor pengiriman klien dan membantu Customer Service (CS) untuk menjawab komplenan klien yang tidak henti-hentinya hampir setiap hari.
Cap yang saya dapatkan, merupakan kelalaian saya yang belum bagus memanajemen waktu dengan baik. Saya terima cap tersebut yang sudah saya anggap sebagai SP 1 bagi saya pribadi.
Bagi saya untuk mencapai target pribadi yang tidak kecil tersebut, butuh waktu yang tidak sebentar. Di Padang, dahulu saya membutuhkan waktu 2 tahun untuk bisa mencapai target pribadi, Alhamdulillah dua tahun tersebut juga dibarengi dengan keuntungan cabang yang lumayan gede. Bahkan kami satu-satunya yang omset selalu tumbuh dan untung diantara seluruh cabang di seluruh Indonesia.
Saat ini saya baru 4 bulan berada di kantor pusat, meskipun target perolehan di awal cuma 5 bisnis baru. Ini tidak lah sulit sebenarnya. Saya InsyaAllah bisa mendapatkan dengan cepat. Namun, ada konsekuensi yang harus saya bayar, jika saya mencari klien tidak pandang bulu, alias ambil semua. Ketika ada klien yang tidak mencapai target penagihan perbulan, maka sayalah yang harus menumboki invoicenya. Belum di luar itu, harus cek pengiriman terus termasuk hari libur pun pasti saya akan dihubungi terus.
Saya sungguh menikmati kondisi ini sebenarnya. Namun saya harus berfikiran rasional. Jika klien seperti ini saya ambil semua, sedangkan target saya tidak kecil. Maka saya akan menghabiskan waktu yang sangat banyak. Mendingan saya filter klien yang lebih gede, dengan maintenance mudah, serta pembayaran tepat waktu dan mudah proses penagihannya.
So, ya syukuri saja cap yang saya dapatkan pada minggu ini sebagai sales yang “Tidak Layak Menjadi Sales.” Menjadi sales sudah menjadi jalan hidup saya. Begitulah tantangan yang harus siap saya ambil. InsyaAllah saya sudah memiliki mindset yang baik dalam merespon “cap” yang dihadiahkan oleh manajemen kepada saya.
Seperti yang saya kutip pada buku Life By Design karya Darmawan Aji pada halaman 41. Menurut Victor Frankl ,“ Kekuatan terbesar manusia adalah kekuatan memilih respons terhadap keadaan. “
Tambahan paragraf yang saya kutip pada buku yang sama di halaman 45. “Orang-orang yang lebih sukses dari anda sering kali tidak lebih pintar dari diri anda. Hanya saja mereka mampu membangkitkan semangat diri sendiri saat mereka berputus asa. Mereka mampu membangkitkan kepercayaan diri saat merasa rendah diri. Mereka bangkit lagi setelah terpuruk. Mereka bangun tiga kali setelah jatuh dua kali. Mereka memegang remote control kehidupannya dan tidak membiarkan keadaan mengendalikan mereka.”
Sebelum mengakhiri postingan ini, saya kembali teringat saat saya dahulu di bank Mandiri sebagai Sales Representative. Saya juga dikenakan SP 2 , disaat saya Achieve target bisnis baru. Yang membuat saya kena SP 2 karena pergantian data kelolaan yang di luar kendali saya. Manajemen yang waktu itu selalu ganti data kelolaan yang membuat saya seharusnya omset maintenance tercapai menjadi tidak karena diganti setiap bulan kepada sales lainnya.
Seketika itu juga saya ajukan surat resign yang kedua. Surat pertama ketika saya mendapatkan SP 1. SP 1 yang keluar karena persoalan yang sama. Namun, atasan saya pada waktu itu, ajukan banding ke manajemen atas keputusan SP 1 tersebut dan meminta saya agar masih bertahan di sini. Akhirnya saya mengundurkan niat untuk hengkang. Banding tersebut juga pada akhirnya masih melekat pada status kerjaan saya pada saat itu, dan sampai pada SP 2 berikutnya.
Saya kesal, dan saya buatkan surat pengunduran diri. Kembali atasan saya meminta agar saya sabar dan tidak tergesa-gesa keluar. Ini bisa beliau banding katanya. Bagi saya, ini persoalan harga diri. Saya penuhi semua persyaratan untuk mencapai target, namun ada yang tidak “fair”. Ibaratnya kita serius namun di atas bermain-main dengan target yang harus kita capai.
Akhirnya bos saya pada saat ini tidak bisa lagi membendung keinginan saya untuk resign. Seminggu sebelum saya resign, SP saya hilang semua. Ini memang murni kesalahan manajemen yang menarik data yang salah. Sehingga tidak hanya saya yang kena hampir seluruh sales yang juga kena.
Suatu ketika ketika saya membuka tabungan Mandiri, CS nya berkata, “ bapak dahulu kerja di Bank Mandiri juga ya? “ kok keluar? “biasa bu, kata saya. “ Gak capai target ya? Kata CS-nya kembali. “
“Ya, terserah ibu kata saya dalam hati,” menganggap saja keluar karena gak capai target. Padahal sewaktu saya keluar, saya meninggalkan lebih dari 30 aplikasi (target 3 bulan) calon klien baru kepada teman-teman yang masih tinggal. Dan dua bulan setelah saya keluar, saya masih mendapatkan uang bonus karena sebagai sales dengan pencapaian tertinggi kala itu.
Posting Komentar
(maaf untuk tidak menyertakan link aktif dan spam)