Beberapa hari yang lalu, SPV OPS kami di Bukittinggi memberikan laporan. Ada salah satu klien leasing yang mau bekerjasama dengan perusahaan kami. Akan tetapi salah satu syaratnya adalah jika pengiriman gagal akibat apapun, tidak ada dibayar katanya. Beliau minta pendapatku, karena ini pertama yang minta ke beliau seperti itu, beliau pun ragu dan butuh solusi dari ku.
Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa bisnis itu haruslah saling menguntungkan, sama-sama ridha, dan sesuai dengan tuntunan islam. Jika tidak seperti yang islam ajarkan, maka tunggu saja akan kehancuran bisnis tersebut.
Pertama yang bisa saya sampaikan bahwa, bisnis pengantaran merupakan bisnis padat karya. Banyak Sumber Daya Manusia yang bergerak di sini, termasuk jika seandainya ada kesalahan akan banyak bersumber dari SDM nya.
Kedua, leasing melakukan pengiriman dokumen berupa dokumen kontrak dengan nasabahnya, dokumen ke Head Office, Dokumen antar cabang mereka, BPKB, Dokumen Surat Peringatan, bahkan ada juga surat somasi dari pengacara leasing tersebut, selain itu biasanya paket yang tidak rutin seperti cpu yang mau di perbaiki, server atau kiriman makanan dari suatu cabang leasing ke kantor cabang lainnya atau kantor pusatnya.
Leasing yang ingin bekerjasama dengan kami ini, ingin mengirimkan dokumen kontrak. Dokumen kontrak tersebut salah satu isinya adalah tanggal jatuh tempo kewajiban nasabah ke pihak leasing, berapa angsuran per bulannya dan lain-lainnya. Biasanya mereka memberikan tenggat waktu pengantaran maksimal tujuh hari kerja, sejak dokumen di pick up.
Pengalaman ku selama ini dari curhatan dan laporan kurir di lapangan, didapatkan bahwa alamat pengantaran banyak juga alamat yang palsu, alamat titipan, bahkan seperti alamat "ngawur" istilah saya sendiri. Alamat palsu, alamatnya asli namun tidak ada orang yang bersangkutan di sana. Alamat titipan, yang bersangkutan ngaku tinggal di sana, namun di sana ternyata rumah saudaranya atau temannya. Kemudian alamat ngawur, dimana alamat tersebut lengkap namun dengan sengaja mengaburkan alamat tersebut, bahkan ada alamat sebuah komplek perumahan yang tidak ada bloknya. Jadi, terkesan gak ingin menerima dokumen gitu.
Dalam pengantaran dokumen, setelah dilakukan penginputan, kurir membawa dokumen tersebut untuk diantarkan. Kurir pun hanya bisa mengetahui di mana daerah pengantaran, namun secari pasti belum tahu posisi alamat jelas tersebut. Sehingga, kegiatan ini membutuhkan waktu dan biaya untuk melakukan pencarian alamat yang dituju, hingga alamat berhasil ditemukan dan memberikan dokumen yang dimaksud ke orang yang dituju.
Nah, jika pengantaran dokumen ini tidak berhasil. Maka, kurir pun tidak bisa disalahkan mutlak akan hal ini. Salah satu kewajiban dari sipengirim adalah memastikan alamat yang di tuju lengkap dan kalau perlu dilengkapi nomor handphone yang bersangkutan, serta alamat tersebut memang betul dan ada yang bersangkutan di alamat tersebut.
Pada kenyataanya pihak klien tidak dapat menjamin 100 persen bahwa alamat yang ditulisnya dalam surat yang akan diantar itu valid. Nah, jika kondisinya ternyata tidak berhasil diantar dengan alasan orangnya pindah, tidak ada alamat tersebut, nomor telpon tidak aktif, warga sekitar tidak mengenal alamat tersebut dan juga tidak pernah mendengar nama yang dituju pada dokumen. Lantas, apakah kurir salah? atau lalai. Bagi saya tidak, kurir sudah mencari dan berusaha, namun alamatnya memang yang tidak valid. Kurir sudah datang ke alamat tersebut, sudah melakukan konfirmasi alamat dengan telpon ke sipenerima, sudah tanya warga sekitar dan tanya kepada ketua RT. Jika memang tidak ada alamat tersebut, apakah lantas ditinggalkan begitu saja? tentu tidak.
Secara SOP, kurir wajib mencantumkan "undelivered" di status dan mencantumkan alasannya, serta memberikan info yang menguatkan hal tersebut. Infonya bisa berupa informasi dari RT alamat ini tidak ada, tidak ada warga nya bernama ini di RT tersebut. Alamatnya salah, blok C 6 ini tidak ada misalnya, di sini cuma sampai C 4, bisa jadi begitu.
Kegiatan ini sudah memakan biaya. Jika klien bayar di depan tidak masalah. Ini kredit pula lagi. Kiriman selama satu bulan di bayar bulan depan, biasanya sebulan setelah invoice diterima, jadi memakan waktu bisa sampai dua bulan lebih pembayaran jadinya. Ini berarti perusahaan menalangi dulu untuk membiayai kurir melakukan pengantaran. Nah, jika tidak berhasil, klien yang mengirim tidak mau bayar. Bagaimana menurut Sobat?
Ini jelas kerjasama yang merugikan di salah satu pihak. Jadi, mereka memaksa perusahaan ekspedisi berani mengambil spekulasi, karena mencoba peruntungan semoga dokumen berhasil, jika tidak berhasil, maka siap-siap saja rugi. Bukankah ini termasuk dengan Maysir?
Lalu, terkait pertanyan Naldi SPV OPS saya di Bukittinggi tersebut, saya memberikan jawaban. Kami tidak menerima kiriman jika sistemnya seperti ini. Jika bapak memaksa, kami mengundurkan diri dari kerjasama. Jika bapak mau, kami menjamin dokumen bapak sampai ke tujuan dan laporan lengkap. Namun, jika dokumen yang bapak kirim ternyata "undelivered" kami kasih garansi. Jika ada denah lebih lengkap, nomor HP yang betul, alamat yang lebih jelas, akan kami antarkan kembali gratis, tanpa tambahan biaya, dengan syarat resi lama tidak dilepas. Jika begini, bukannya lebih baik dan lebih Fair, sobat?
Tidak ada satupun perusahaan ekspedisi yang menerima kiriman gagal kirim, gak dibayar. Itu jelas Maysir dan tidak fair. Menurut sobat bagaimana?
Komentar
Posting Komentar
Mohon kesediaannya untuk meninggalkan komentar untuk tulisan ini..
(maaf untuk tidak menyertakan link aktif dan spam)